Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Selasa, 12 Maret 2013

Jenis - Jenis Makna



A.   Pengertian Makna

Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti. Menurut Djajasudarma (1993: 5), makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata),
Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1.      Maksud pembicara;
2.      Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3.      Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4.       Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

B.     Jenis Makna
Bahasa pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari beberapa kriteria dan sudut pandang. Jenis makna itu sendiri menurut Chaer (2009:59) dalam buku “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”, dibagi menjadi tujuh jenis makna, di antaranya:
1.      Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.
2.      Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial.
3.      Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna denotasi dan makna konotasi.
4.      Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.
5.      Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
6.      Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.
7.      Berdasarkan kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya disebut makna kias. Berikut ini akan dibahas tentang jenis-jenis makna lebih terperinci:

1.   Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
a)   Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun, adapun contohnya yaitu :
a.    Bulpoin : Sejenis alat tulis yang terbuat dari plastik dan menggunakan tinta.
b.    Kerbau       : Sejenis binatang berkaki empat yang biasa digunakan untuk membajak.
c.    Buku : Sejenis barang yang digunakan untuk media tulis, terbuat dari kertas.
d. Rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
e. Makan : mengunyah dan menelan sesuatu
f. Makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan

  b)   Makna gramatikal adalah makna yang baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi, adapun contohnya yaitu :
a.    Bersepeda               : Mengendarai sepeda.          
b.    Berseragam            : Memakai seragam
c.    Berjanji                   : Melakukan atau mengucap janji
d. Berumah : mempunyai rumah
e. Rumah-rumah : banyak rumah
f.  Rumah makan : rumah tempat makan
g. Rumah ayah : rumah milik ayah
h. Bersentuhan = saling bersentuhan
i.  Berduka = dama keadaan duka
j   Berenam = sekumpulan enam orang
k. Berjalan = melakukan kegiatan / aktivitas jalan

2. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial  
      a)   Makna Referensial : Makna yang mempunyai referen atau acuan .
    Contoh : baju, kain, buku, kuda, merah, meja, kursi, dan gambar.
b)   Makna Nonreferensial : Makna yang tidak mempunyai referen.
    Contoh : dan, atau, tetapi, bukan, dan karena

3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
a)   Makna Denotatif dalah makna asli, makna asal , makna sebenarnya yang dimiliki leksem.
Contoh : kurus, gemuk, kuda.
merah : warna seperti warna darah.
ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.

b)   Makna Konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang mengunakan makna tersebut.
Contoh : babi, anjing, sapi.
suami istri; laki bini
tunanetra; buta
pria; laki-laki
Para petugas gabungan merazia kupu-kupu malam tadi malam (kupu-kupu malam = wts)
Bu Marcella sangat sedih karena terjerat hutang lintah darat (lintah darat = rentenir)

4. Makna Istilah dan Makna Kata
a)   Makna Istilah adalah makna yang baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada dalam suatu konteks kalimat atau konteks situasinya.
Contoh : diagnosis, sinonim, embrio
Kata tangan dan lengan ( dalam bidang kedokteran tangan bermakna sebagai bagian dari pergelangan sampai kejari tangan, sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
Kuping dan Telinga ( kuping adalah bagian yang terletak di luar, sedangkan telinga adalah bagian sebelah dalam)
b)   Makna Kata adalah makna yang pasti, jelas, tidak meragukan meskipun tanpa konteks kalimat.
Contoh : batu, sepatu, tali, spiral, akomodasi, virus, dan kalimat.

5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
a)   Makna Konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata tersebut dengan konsep. Makna konseptual itu adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif.
Contohnya : kata kursi memiliki makna konseptual ’sebuah tempat yang digunakan untuk duduk’, kata amplop memliki makna ’sampul surat’.
Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’.  
Kata rumah memiliki makna konseptual ’bangunan tempat tinggal manusia’.

b)   Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.  Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata atau leksem tersebut.
Contoh: kata kursi berasosiasi dengan ’kekuasaan’; kata amplop berasosiasi dengan ’uang suap’.
Kata melati berasosiasi dengan ’sesuatu yang suci atau kesucian’.
Kata merah berasosiasi dengan ’berani’ atau ’paham komunis’.
Kata buaya berasosiasi dengan ’jahat’ atau juga ’kejahatan’.
Kata Cendrawasih berasosiasi dengan makna ’indah’.
Menurut Leech (dalam Chaer 2009:72), menyatakan  makna asosiatif dibagi menjadi lima macam, antara lain:
a)  Makna konotatif
Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan.
Contoh :
(1)   Perempuan itu ibu saya.
(2)   Ah, dasar perempuan.
Pada contoh (1) kata perempuan memiliki makna sifat keibuan, saying, lemah, lembut, dan berhati manias. Sedangkan kalimat (2) kata perempuan memiliku makna yang suka bersolek, suka pamer, dan egoistis. 
b)  Makna stilistik
Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat.
Contoh :
- ‘perbandingan’:         seperti air di daun keladi
                                    Laksana bulan purnama
                                    Semanis madu, sepahit empedu
- ‘pertentangan’,
   Contoh:          
   Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
  Olah raga mendaki gunung memang menarik perhatian meskipun sangat berbahaya.
 - ‘pertautan’:  Tolong ambilkan gudang garam itu (=rokok)
                       Beliau telah pulang kerahmatullah.

c)  Makna afektif
Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan
Contoh :
Seseorang berkata ”Datanglah ke pondok buruk kami” urutan kata pondok buruk mengandung makna afektif terlihat adanya rekasi yang berhubungan dengan perasaan pendengar. Kalau seseorang berkata ”monyet’’ maka mengandung makna yang berhubungan atau mengakibatkan perasaan tersinggung. Dengan kata lain kata monyet memiliki makna yang berkaitan dengan nilai rasa. Kata monyet berhubungan dengan penghinaan.
Contoh:           Anjing kamu, mampuslah!
                        Dasar bajingan!

-          Seseorang yang ditegur dengan kata “Dasar anak bodoh”. Bagaimana perasaan sipenutur terhadapnya atau dengan cara tidak langsung seperti “Bukannya tidak pandai melainkan malas belajar”.

Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan. Makna ini berhubungan dengan nilai rasa atau emosi pemakainya, ada sejumlah kata yang secara konseptual bermakna sama tetapi secara emosional memiliki nilai rasa yang berbeda. 

d)  Makna refleksi
Makna reflektif adalah makna yang timbul akibat pesapa menghubungkan makna konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain sehingga menimbulkan refleksi (assosiasi) kepada makna lain. Makna ini cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat sakral (kepercayaan), tabu (larangan), atau tata krama (kesopanan). Makna reflektif yang berkaitan dengan dengan sakral dan tabu disebut makna piktoral, sedangkan yang berhubungan dengan kesopanan disebut makna gereplektif.

 Makna Piktoral
Makna piktoral adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Kata-kata yang kurang pantas biasanya dianggap tabu, kurang sopan atau menjijikkan sehingga penyapa sering dicela sebagai orang yang kurang sopan. Makna piktoral ini dapat pula menyinggung perasaan pesapa, lebih-lebih jika penyapanya lebih rendah martabat atau kedudukannya daripada pesapa. Kata-kata yang kurang pantas seperti yang dihubungkan dengan seks, kotoran, kemtian dan cacat badan, biasanya kata-kata tersebut diganti dengan kata-kata lain yang lebih pantas dan halus (eufimistis).
Contoh :
buta aksara                 = tuna aksara
gelandangan               = tuna wisma
pelacur                        = tuna susila
bersetubuh                  = bersenggama
bangkai                       = jenazah
tewas (pejuang)          = gugur

 Makna Gereplektif
Makna gereplektif atau makna pantangan adalah makna yang muncul akibat reaksi pemakai bahasa terhadap makna lain. Makna ini terdapat pada kata-kata yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat kepercayaan (magis). Kata-kata ini biasanya dianggap tabu  untuk diucapkan sehingga harus diganti dengan kata-kata lain yang bermakna sama.
Misalnya: jika kita pergi ke hutan malam hari, ada kepercayaan masyarakat untuk tidak mengucapkan harimau , jika diucapkan bisa bersua. Kata harimau bisa diganti dengan kata nenek, kyai, datuk atau raja hutan.
Contoh:
darah              = keringat
gajah              = kaki bumbung
ular                 = tali, ikat pinggang


e)  Makna kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.
Contoh :
garam, gula cebe, yang berkolokasi dengan bumbu masak.
cantik, molek, berkolokasi dengan wanita.

6.   Makna Idiomatikal dan Makna Peribahasa
a)   Makna Idiom adalah makna yang tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya baik secara leksikal maupun gramatikal. Idiom dibedakan menjadi dua yaitu, idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya: banting tulang artinya ’bekerja keras’, meja hijau artinya ’pengadilan’. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Contoh: daftar hitam artinya ’daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai atau dianggap bersalah’.
b)   Makna Peribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna sebagai peribahasa.
Contohnya: besar pasak dari pada tiang artinya ‘besar pengeluaran dari pada pendapatan’. Makna pribahasa ini bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka bisanya juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata yang sering digunakan dalam peribahasa yaitu kata seperti, bagai, bak, laksana, umpama, tetapi ada juga peribahasa yang tidak menggunakan kata-kata tersebut namun kesan peribahasanya tetap tampak.

7.      Makna Kias
a)   Makna Kias adalah makna kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, konseptual, denotatif) disebut arti kiasan. Contohnya: putri malam artinya bulan ataupun raja siang artinya matahari. Daki dunia dalam arti ’harta’ atau ’uang’, membanting tulang dalam arti ’ bekerja keras’, kapal padang pasir dalam arti ’unta’, pencakar langit dalam arti ’ gedung bertingkat tinggi’, dan kata bunga dalam arti ’ gadis cantik’.

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta
Abdul Wahab. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press.
Aminuddin. 1988. Semantik. Bandung: Sinar Baru.
Faizah, Hasnah. 2010. Linguistik Umum. Pekanbaru : Cendikia Insani Pekanbaru.
Prawirasumatri. 1998. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud
Tarigan, H.G. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa.
Djajasudarma, T. F. 1993. Semantik 1 dan 2 : Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : Eresco.
Slamet Mulyana. 1964. Semantik (Ilmu Makna). Jakarta : Jambatan.

0 komentar:

Posting Komentar