Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Kamis, 27 Juni 2013

Kalimat Efektif Wujud Strategi Komunikatif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
         Kalimat efektif ialah jenis kalimat yang menyatakan informasi secara tajam, artinya informasi itu tersampaikan tidak hanya dengan jelas, melainkan lebih dari itu. Kalimat efektif juga mengandung unsur keindahan. Dalam dunia puisi, lazim disebutkan ungkapan yang mengonsentrasikan maksud. Misalnya, ungkapan Chairil, “Gelap mendinding buta.” Kalimat efektif itu akan memenuhi tuntutan rasional yang berupa pemahaman isi dan tuntunan emosional yang berupa pemahaman isi dan tuntunan emosional dalam wujud keindahan dan kemenarikan pengungkapan.
Alasan penulis membahas tentang kalimat efektif wujud strategi komunikatif, karena dalam sebuah wacana harus menggunakan kalimat yang efektif, karena kalimat itu saling bergantung, baik dalam hal bentuk maupun dalam hal maksud. Unsur kalimat yang satu terungkap dalam unsur kalimat yang lain.
     
1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka, perumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian kalimat efektif?
2.      Bagaimana kalimat efektif dan strategi komunikatif?
3.      Bagaimana keefektifan kalimat dalam konteks wacana?
4.      Bagaimana Indikasi kalimat efektif?

1.3 Tujuan Penulisan
            Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian kalimat efektif.
2.      Untuk mengetahui kalimat efektif dan strategi komunikatif.
3.      Untuk mengetahui keefektifan kalimat dalam konteks wacana.
4.      Untuk mengetahui Indikasi kalimat efektif.
  
1.4 Manfaat Penulisan
            Berdasarkan tujuan penulisan di atas, manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Secara teoritis, manfaat makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang  kalimat efektif wujud strategi komunikatif.
2.       Secara praktis, manfaat makalah ini adalah dapat menjadi referensi bagi penulisan-penulisan makalah selanjutnya, khususnya tentang kalimat efektif wujud strategi komunikatif.
 
BAB II
PEMBAHASAN
                                                                                                  
2.1 Pengertian Kalimat Efektif
         Kalimat efektif ialah jenis kalimat yang menyatakan informasi secara tajam, artinya informasi itu tersampaikan tidak hanya dengan jelas, melainkan lebih dari itu. Kalimat efektif juga mengandung unsur keindahan. Dalam dunia puisi, lazim disebutkan ungkapan yang mengonsentrasikan maksud. Misalnya, ungkapan Chairil, “Gelap mendinding buta.” Kalimat efektif itu akan memenuhi tuntutan rasional yang berupa pemahaman isi dan tuntunan emosional yang berupa pemahaman isi dan tuntunan emosional dalam wujud keindahan dan kemenarikan pengungkapan.

2.2 Kalimat Efektif dan Strategi Komunikatif
            Dalam sebuah pustaka (Ed. Richards), disebutkan bahwa komponen strategi komunikatif merupakan kompetensi yang terakhir dari empat kompetensi yang selayaknya dipenuhi oleh pembelajar bahasa kedua dan/ atau bahasa asing. Tiga kompetensi yang disebutkan lebih dahulu ialah kompetensi gramatika, kompetensi sosiolinguistik, dan kompetensi bidang tata wacana.
         Kompetensi strategi komunikatif mencakup dua macam tujuan, yakni (a) untuk mengatasi terjadinya keterputusan komunikasi karena belum menandainya penguasaan bahasa yang dipelajari, dan (b) untuk meningkatkan tingkat efektivitas komunikasi.

2.3 Kefektifan Kalimat dalam Konteks Wacana
            Kalimat itu saling bergantung, baik dalam hal bentuk maupun dalam hal maksud. Unsur kalimat yang satu terungkap dalam unsur kalimat yang lain. Struktur kalimat jawaban tergantung pada struktur kalimat pertanyaannya. Begitu pula kefektifan sebuah kalimat, tidak semata-mata terindikasikan hanya dengan kalimat yang bersangkutan. Kalimat yang lain, terutama “tetangga” bisa menjadi pendukungnya.

2.4 Indikasi Kalimat Efektif
         Dalam penggunaan sehari-hari, terutama dalam situasi resmi, seperti rapat, pidato, atau pembelajaran di kelas, juga dalam bahasa tulisan, kalimat efektif terindikasikan dalam dua bidang, yakni bidang ketatabahasaan atau gramatika, dan bidang sosiolinguistik.

1.            Indikasi Bidang Gramatika
a.       Pilihan Kata (Diksi)
        Dalam tulisan ilmiah begitu terkenal untuk tidak digunakan kata-kata yang bernilai konotatif. Akan tetapi, pada suatu saat penulis tidak bisa menghindari dari pilihan dua jenis makna. Sebagai bahan pertimbangan, jika pengguna bahasa tidak bisa menghindari penggunaan kata-kata yang bermakna konotatif, dua prinsip di bawah ini layak dijadikan pegangan.
1.       Sebaiknya dipilih kata-kata yang berkonotasi negatif. Kata tunarungu lebih layak daripada kata tuli.
2.       Sebaiknya dipilih kata-kata yang mengalami konotasi formal. Misalnya, kata perempuan berkonotasi rendah, kurang terdidik, dan lain-lain. Sementara itu, kata wanita berkonotasi terdidik, berkarier, dan lain-lain. Namun, kata perempuan sudah terkodifikasi formal., misalnya dalam kartu penduduk atau dalam blanko-blanko isian. Dengan demikian, kata perempuan berkonotasi rendah itu lebih layak untuk dipilih.

         Dalam tulisan semiilmiah, pidato, dan debat, penggunaan kata-kata imajinatif merupakan komponen yang menjadi komunikasi itu menyenangkan, dan arena itu  komunikatif, contoh: bukankah hujaunya pepohonan dijalan dan ditaman-taman itu merupakan pernapasan kota metropolitan ini?
         Pilhan kata pun berperan dalam membangun struktur bentukan bahasa yang paralel. Kesan utama dari pemilihan dan pemasangan struktur yang paralel, adalah kesan cendekiaan, kesan kemerduan bunyi, contoh: Program membaguskan Ibu Kota bukanlah hal yang mustahil, asal kita semua memiliki komitmen, niat, nekad, dan semangat yang sama.
Pilihan kata pun kadang-kadang jatuh akan kata-kata yang berbau arkais (zadul), seperti contoh dalam pembentukan frasa atau klausa pemakzulan jabatan, mengayuh sepeda, ketika rasa malu tak berpermanai, dan lain-lain.
 
b.      Kesejalan Bentuk
Jika ada bentukan-bentukan kebahasaan yang seyogyanya digunakan dalam bentukan yang sejalan atau bentukan paralel, namun muncul dalam bentuk sebaliknya maka daya tarik dan keterpahaman kalimat menjadi terganggu. Artinya daya ungkap kalimat tidak optimal.
Contohnya:
(1)         Konflik tidak akan terjadi jika kedua belah pihak bersikap jujur, berdisiplin, dan komitmen, terhadap kesepakatan.
(2)         Sesudah terlanjur banyak warganya, baru kemudian melakukan tindakan keras.
        
            Kalimat di atas, walaupun maksudnya bisa terpahami dengan jelas, namun terkesan kaku, dan tentu saja tidak memiliki daya tarik atau sentuhan emosi kebahasaan. Persoalannya adalah tidak terperhatikannya prinsip bentukan sejalan dengan penggunaan bahasa. Kekuatan kalimat akan berubah menjadi lebih baik apabila ada prinsip kesejalanan bentuk diterapkan.  Bentuk-bentuk kebahasaan kalimat bagian yang dicetak tebal disejalankan. Dengan begitu kalimat berubah di antaranya menjadi seperti berikut:
(1a)  Konflik tidak akan terjadi jika kedua belah pihak bersikap jujur, berdisiplin, dan
        komitmen, terhadap kesepakatan.
(2b)   Setelah terlanjur banyak warganya, baru kemudian diadakan tindakan keras.

            Dibawah ini disajikan ketidaksejalanan bentukan lain, yakni bentuka klausa atau bentukan pola kalimat yang  terkandung dalam kalimat majemuk atau kalimat kompleks.
1.         Pada saat membaca surat itu terasa ada kejanggalan bahasa yang digunakannya.
2.         Carilah sebuah feature di perpustakaan kemudian Anda membacanya dengan cepat.

            Kalimat di atas memiliki unsur klausa yang tidak sejalan. Karena itu, kita rasakan ada kekuatan waktu kita membacanya. Dengan demikian, seyogyanyalah pola-pola kalimat yang terkandung dalam kalimat-kalimat kompleks tersebut disejalankan sebagai berikut:
1.      Pada saat membaca surat itu, terasa ada kejanggalan bahasa yang digunakannya.
2.      Carilah sebuah feature di perpustakaan kemudian Anda baca dengan cepat.
  
c.             Ketepatan dan Keeksplisitan Konjungsi
Konjungsi merupakan penghubung antarinformasi atau antarklausa. Jika konjungsi yang digunakan tidak tepat maka maksud kalimat tidak koheren atau tidak padu. Demikian pula kalimat, tidak kohesif. Secara emosional kalimat tersebut tidak memiliki daya tarik. Dengan begitu, kalimat yang terbangun menjadi tidak efektif, bahkan menyimpang dari keteraturan. Contoh:
(1)   Dengan diadakannya kegiatan tersebut menjadikan kampus sepi dari kegiatanberolah-raga.
(2)      Akhirnya, karena mahasiswa terus-menerus mengusulkannya dengan cara yang sangat baik, menyebabkan pimpinan universitas menyetujuinya dengan senang hati.

Jika diefektifkan atau dijadikan kalimat yang menyamankan pembaca atau pendengar, kalimat-kaliat di atas selayaknya diubah menjadi kalimat-kalimat berikut:
(1a) Dengan diadakannya kegiatan tersebut, kampus sepi dari kegiatan berolahraga
(1b) Ditiadakannnya kegiatan tersebut menjadikan kampus sepi dari kegiatan berolahraga.
(2a) Akhirnya, karena mahasiswa terus-menerus mengusulkannya dengan cara yang sangat baik, maka pimpinan universitas menyetujuinya dengan senang hati.
(2b) Akhirnya, usul mahasiswa yang terus-menerus dengan cara yang sangat baik menyebabkan pimpinan universitas menyetujuinya dengan senang hati.
                
Selain ketepatan penggunaan konjungsi, keeksplisitannya pun membantu kebagusan kalimat. Kalimat bisa dibaca dengan irama yang menyenangkan. Bahkan, lebih dari itu. Keambiguaan maksud kalimat bisa dihindari. dibawah ini ada beberapa contoh kalimat yang tidak mengeksplisitkan konjungsi.
(1)   Mendengar berita kelulusan putranya, legalah hati mereka.
(2)   Menindaklanjuti hasil rapat pimpinan beberapa hari yang lalu, dengan ini kami informasikan hal-hal berikut.

Kalimat-kalimat di atas tidak mengeksplisitkan konjungsi. Karena itu, maksud kalimat menjadi ambigu dan bentuk kalimat tidak terpadu (tidak kohesif). Demi kefektifan kalimat, selayaknya konjungsi kalimat-kalimat itu dieksplisitkan seperti berikut:
(1a) Setelah mendengar berita kelulusan putranya, legalah hati mereka.
(1b) Tatkala mendengar berita kelulusan putranya, legalah hati mereka.
(1c) Tatkala mendengar berita kelulusan putranya, legalah hati mereka.
(2a) Menindaklanjuti hasil rapat tanggal 21 Oktober 2012, dengan ini kami informasikan hal-hal berikut.

d.            Repitisi
Repitisi atau pengulangan sudah cukup terkenal sebagai salah satu gaya retorika yang menarik karena diantaranya mengandumg unsur peyakinan, penegasan, dan pegonsentrasian maksud. Unsur kebahasaan yang diulang dalam gejala repetisi ini bisa berupa pola kalimat, bisa berupa kata dan/atau frasa, dan bisa juga gabungannya.
Contoh:
Tentang keramahan ini, Laotse memberi kita keyakinan bahwa keramahtamahan dalam perkataan memciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, dan keramahtamahan dalam memberibmenciptakan kasih.

e.             Elipsis
Ada kata elipsis (ellipsis) dan kata eliptis. Elipsis adalah kata benda yang artinya ialah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya bisa diramalkanberdasarkan konteks bahasa dan luar bahasa. Eliptip merupakan kata sifat (elliptical) yang artinya ialah memiliki sifat yang berhubungan dengan elipsis. Kedua kata asal ini bisa dijadikan bantuk aktif, seperti mengelipsiskan dan mengeliptiskan, dan bisa pula sipasifkan menjadi dielipsiskan dan dieliptiskan.
Gejala elipsis bisa menjadi indikasi kalimat efektif. Pengulangan, sebaliknya dari elipsis, yang tidak bergaya positif sebagai repetisi, akan menganggu efektifikan kalimat.
Contoh:
Ketika mereka pergi mengungsi untuk menghindari genangan air yang terus meningkat, mereka tidak sempat lagi membawa atau menyelamatkan barang-barang miliknya.

f.             Kemerduan Bunyi
Kemerduan bunyi bahasa merupakan gejala yang diperankan dalam berbagai bentuk komunikasi. Lagu anak-anak, puisi, kata-kata mutiara banyak memainkan gejala ini.
Contoh:
Cinta berada di relung hati.
Walau tersembunyi.
Getarannya kuat sekali.
Bentuk bahasa yang memerankan kemerduan bunyi tentu saja sangat menarik untuk dibaca dan untuk didenga. Begitu pula bentuk bahasa dalam komunikasi formal, baik lisan maupun tulisan. Dibawah ini ada beberapa contoh bentuk bahasa yang mengandung unsur kemerduan bunyi.
Cerdas bahasa, cerdas komunikasi.
Cerdas bahasa, cerdas dalam berprestasi.

g.            Parafrase dan Penunjukan
Parafrasa atau parafrase adalah bentuk informasi yang lazimnya lebih terurai daripada bentuk asalnya dengan maksud yang sama.
Contoh parafrase sederhana:
Indonesia bisa diparafrasakan menjadi negeri yang dilewati garis khatulistiwa atau negeri yang kekayaan alamnya berlimpah
Tujuan penggunaan parafrase seperti di atas, di antaranya adalah:
1.      Untuk memberikan penjelasan tentang sebuah kata atau sebuah pengungkapan.
2.      Untuk memberikan penjenjelasan lebih jauh tentang sebuah pengungkapan
3.      Untuk memperkaya informasi
4.      Untuk mengongkretkan maksud yang tersembunyi atau tersirat seperti dalam lirik lagu atau dalam puisi.

h.            Variasi Susunan Fungtor
Fungtor ialah bagian kalimat yang memdukung fungsi tertentu, yakni fungsi subjek,predikat, objek, pelengkap, atau keterangan.
Demi keefektifan kalimat susunan fungtor itu tidak selalu berkontruksi S (subjek) + P (predikat) + O (objek) + K (keterangan). Susunan fungtor yang bervariasi bisa memberikan bisa memberikan kesan kalimat tidak membosankan malah menyenangkan.
Contoh:
Petikan (Paragraf)
1.      Wanita, dalam kearifan budaya Sunda, mendapat tempat terhormat. (S + K + P + O)
2.      Malahan, dalam beberapa hal, derajatnya berada di atas Kaum Adam. (K + S + P + K)
3.      Namun, tidak dapat dipungkiri, peran perempuan Sunda kerap dimarginalakan. (P1 + S1 (S2 + P2)

i.              Variasi Panjang-Pendek Kalimat
Kombinasi atau variasi kalimat panjang dan kalimat pendek merupakan salah satu syarat keefektifan kalimat. Kerjasama antara kedua jenis kalimat tersebut saling mendukung untuk masing-masing menjadi pernyataan yang menyenangkan.
Contoh (Paragraf)
Emas itu menggiurkan. Bagi masyarakat dia menjadi bahan perhiasan yang utama. Perhiasan emas merupakan simbol status sosial yang penting. Para raja sejak zaman Firaun sangat mendambakannya. Kini, dalam masa krisis moneter dan ekonomi, ia juga merupakan bentuk kekayaan yang menarik untuk disimpan masayarakat daripada uang disimpan di bank, Lebih aman, kata orang.
(“Emas dan Minamata”. Pikiran Rakyat) 

2.            Indikasi Bidang Sosiolinguistik
Sosiolinguistik (sociolinguistik) bisa dibatasi dengan rumusan (1) ilmu tentang bahasa yang digunakan di dalam interaksi sosial, atau (2) cabang linguistik yang mengkaji hubungan dan saling memengaruhinya antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Peribahasa dan ungkapan, termasuk slogan-slogan memiliki hubungan yang sangat kental antara perilaku bahasa dan perilaku sosial.
Objek studi sosiolinguistik dibahas empat macam, yakni menggunakan peribahasa dan ungkapan, penggunaan slogan, penggunaan kata-kata kiasan, dan penggunaan alih bahasa dan alih variasi bahasa.

a.            Penggunaan Peribahasa dan Ungkapan
Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang susunannya tetap dan berisi kiasan dan perumpamaan tentang nasihat, semangat hidup.
Contoh:
1.      Berhati-hatilah dalam memilih teman “Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna.”
2.      Sebaiknya kita tidak terlalu cepat mempercayai pendapat orang tentangdiri kita, ya, “Dalam laut bisa diduga hati orang siapa tahu.”
Ungkapan atau idiom adalah kata atau kelompok kata yang bentuknya tetap dan memiliki makna khusus yakni makna yang tidak lagi persis sama dengan makna unsur-unsurnya.
 
1.            Ungkapan bahasa Indonesia
anak bawang, anak emas, besar kepala, dipetieskan, dikambinghitamkan, dirumahkan, hidung belang, jalan tikus, kaki lima, kata hati, membabi buta, musuh dalam selimut, putri malu, rendah hati, tahan banting, tanah air.
2.      Ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa lain yang sudah terserap
bhineka tunggal ika (beraneka macam namun satu)
cipta pahala adi daya (penciptaan karya awal yang sangat baik demi keberhasilan berikutnya).

b.            Penggunaan Kata-kata kiasan
Kata-kata itu dipilih oleh pengguna bahasa untuk kepentingan kata kiasan atau kata imajinatif. Pembahasan kata kiasan sebagai indikasi kalimat efektif dalam tulisan ini dikelompokkan ke dalam komponen sosiolinguistik.
Kiasan merupakan salah satu jenis perumpamaan atau perbandingan. Tujuan penggunaannya adalah untuk menjadikan pernyataan atau kalimat itu tajam dalam hal makna dan emosional dalam hal bahasa. Dengan begitu, pernyatan tersebut menjadi efektif dan komunikatif. dalam karya sastra bentuk puisi atau dalam lirik lagu, kata-kata kiasan merupakan komponen penting untuk menjadikan puisi itu menarik. Beberapa contoh lain yang dipetik dari tulisan semiilmiah dan podato seseorang.
(1)   Puntu menuju penemuan obat penyakit AIDS dan kanker kini terbuka lebar.
(2)   Pembobolnya adalah ilmuwan kondang: Hervitz, Sulston, dan Brenner.

c.       Penggunaan Slogan
Slogan adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik untuk pengutaraan maksud tertentu, seperti nasihat, pegangan hidup, pemberian semangat, prinsip perjuangan, dan sebagainya. Karena singkat dan menarik, maka slogan mudah diingat dan karena itu mentradisi. Dalam hal bentuknya yang mentradisi itu, slogan tergolong ke dalam ungkapan atau idiom. Ciri khas slogan adalah isinya seperti yang dikemukakan itu.
Contoh:
1.      Kesabaran membukakan kita semua pintu.
2.      Orang sabar kekasih Tuhan.

d.      Penggunaan Alih Bahasa
Alih bahasa merupakan pergantian bahasa atau variasi bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain atau dari satu variasi bahasa ke variasi yang lain dengan maksud untuk memperjelas atau memperkuat pernyataan.
Dalam pidato resmi dengan menggunakan bahasa dasar bahasa Indonesia baku, demi semangat dan/ atau demi kejelasan informasi, seseorang dibenarkan jika dia memanfaatkan gejala alih bahasa atau alih ragam bahasa. Misalnya, beralih bahasa ke bahasa daerah (mungkin demi keakraban komunikasi. Dengan begitu , diharapkan sebuah bentuk komunikasi menjadi lebih komunikatif. Contoh: Dalam meniti karir, siapa pun hendaknya tidak melupakan atura main yang mendasar, yakni be yourself.
 
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1  Simpulan
1.      Kalimat efektif ialah jenis kalimat yang menyatakan informasi secara tajam, artinya informasi itu tersampaikan tidak hanya dengan jelas, melainkan lebih dari itu. Kalimat efektif juga mengandung unsur keindahan.
2.      Kompetensi strategi komunikatif mencakup dua macam tujuan, yakni (a) untuk mengatasi terjadinya keterputusan komunikasi karena belum menandainya penguasaan bahasa yang dipelajari, dan (b) untuk meningkatkan tingkat efektivitas komunikasi.
3.      Kalimat itu saling bergantung, baik dalam hal bentuk maupun dalam hal maksud. Unsur kalimat yang satu terungkap dalam unsur kalimat yang lain.
4.      Kalimat efektif terindikasi dalam dua bidang, yakni bidang ketatabahasaan atau gramatika, dan bidang sosiolinguistik.

3.2  Saran
1.      Sebuah wacana harus menggunakan kalimat yang efektif, karena kalimat itu saling bergantung, baik dalam hal bentuk maupun dalam hal maksud. Unsur kalimat yang satu terungkap dalam unsur kalimat yang lain.
2.      Agar kalimat mudah dipahami, kalimat harus tepat mewakili atau menggambarkan pikiran dan atau perasaan penulis sehingga menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran dan atau perasaan pembaca

DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Iyo. 2012. Ihwal Kalimat Bahasa Indonesia dan Problematik Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

0 komentar:

Posting Komentar